Funnel marketing adalah strategi penting dalam pemasaran digital yang membantu mengarahkan calon pelanggan dari tahap kesadaran hingga akhirnya melakukan pembelian. Namun, banyak bisnis, terutama UMKM, yang masih keliru dalam penerapannya. Akibatnya, strategi yang seharusnya mendatangkan konversi malah menjadi sumber kebocoran.
Artikel ini akan membahas kesalahan-kesalahan umum dalam funnel marketing dan bagaimana kamu bisa menghindarinya agar setiap tahap funnel berjalan optimal dan membawa hasil.
Tidak Memahami Tahapan Funnel Secara Mendalam
Funnel marketing bukan sekadar awareness–interest–decision–action. Setiap tahapan memiliki kebutuhan konten dan pendekatan yang berbeda. Kesalahan yang sering terjadi adalah menyamaratakan semua audiens dan memberikan pesan yang sama.
Contoh:
Sebuah bisnis skincare langsung menawarkan diskon pembelian di iklan pertama tanpa edukasi tentang manfaat produk atau perbedaan dari kompetitor.
Solusi:
Pelajari dengan baik konsep TOFU (Top of Funnel), MOFU (Middle of Funnel), dan BOFU (Bottom of Funnel). Bangun strategi konten yang relevan untuk setiap tahap:
- TOFU: Edukasi dan awareness (blog post, video informatif, konten edukatif).
- MOFU: Pertimbangan dan engagement (testimoni, studi kasus, email series).
- BOFU: Konversi (penawaran spesial, free trial, demo produk).
Baca Juga: “Mengenal TOFU, MOFU, dan BOFU“
Tidak Menentukan Target Audiens yang Spesifik
Funnel marketing yang baik tidak bisa berjalan tanpa pemahaman siapa target audiensmu. Salah satu kesalahan terbesar adalah menyasar semua orang.
Contoh:
Kampanye produk edukasi online yang menargetkan “semua usia” akhirnya gagal menjangkau siapa pun secara efektif.
Solusi:
Gunakan pendekatan persona. Buat profil pelanggan ideal dengan nama, usia, pekerjaan, masalah yang dihadapi, dan tujuan mereka. Ini akan membantumu menciptakan konten yang lebih personal dan relevan.
Kurangnya Konten di Setiap Tahap Funnel
Funnel tanpa konten = funnel kosong. Banyak bisnis hanya fokus membuat konten promosi tanpa menyediakan konten edukatif atau yang membangun kepercayaan.
Contoh:
Brand hanya memposting promo diskon di Instagram tanpa pernah membagikan insight, value, atau cerita dari pelanggan. Konten jadi terasa hambar.
Solusi:
Pastikan kamu punya konten yang lengkap:
- TOFU: Artikel blog, konten edukasi, tips.
- MOFU: E-book, webinar, newsletter.
- BOFU: Penawaran terbatas, perbandingan produk, uji coba gratis.
Tidak Mengoptimalkan Channel yang Tepat
Banyak bisnis memakai semua channel tanpa strategi yang jelas. Padahal, setiap funnel bisa bekerja lebih efektif jika disesuaikan dengan channel yang tepat.
Contoh:
Kamu menggunakan LinkedIn untuk campaign produk remaja, padahal audiensnya lebih aktif di TikTok atau Instagram.
Solusi:
Pahami channel terbaik untuk masing-masing tahapan:
- TOFU: TikTok, YouTube Shorts, blog, Instagram.
- MOFU: Email marketing, podcast, webinar.
- BOFU: Website, landing page, WA blast.
5. Tidak Ada CTA (Call-to-Action) yang Jelas
CTA adalah elemen vital yang menggerakkan audiens ke langkah selanjutnya. Tanpa CTA yang jelas dan menarik, banyak prospek akan berhenti di tengah funnel.
Contoh:
Artikel blog yang bagus tapi tidak ada tombol “Pelajari Selengkapnya” atau “Coba Sekarang”.
Solusi:
Gunakan CTA yang sesuai dengan tahap funnel. Contoh:
- TOFU: “Baca selengkapnya”
- MOFU: “Download e-book gratis”
- BOFU: “Beli sekarang dan dapatkan diskon”
6. Tidak Melakukan Follow-Up dengan Audiens yang Sudah Masuk Funnel
Banyak leads yang akhirnya hilang karena tidak ada sistem follow-up yang baik. Hanya karena mereka belum membeli bukan berarti mereka tidak tertarik.
Contoh:
Leads mengisi form download e-book tapi tidak mendapat email lanjutan atau edukasi.
Solusi:
Gunakan email marketing dan automation tools untuk nurture leads. Kirim konten edukatif dan promosi secara berkala agar tetap relevan di benak mereka.
7. Tidak Mengukur dan Menganalisis Funnel
Tanpa data, funnel marketing ibarat berjalan di hutan tanpa kompas. Banyak bisnis tidak tahu di mana audiens berhenti dan kenapa mereka tidak lanjut ke tahap berikutnya.
Contoh:
Tidak tahu kalau halaman checkout punya bounce rate tinggi karena lambat dibuka.
Solusi:
Gunakan tools seperti Google Analytics, Hotjar, atau CRM untuk tracking. Analisis data secara rutin dan perbaiki bottleneck funnel-mu.
Contoh Funnel Marketing untuk Brand Lokal Fashion
Sebuah brand fashion lokal memulai funnel-nya dengan konten edukatif di TikTok: tips padu padan baju, tren fashion, hingga behind the scenes. Video-video ini menjangkau TOFU dan menarik banyak perhatian.
Kemudian, mereka mengajak penonton masuk ke MOFU lewat newsletter dengan tips eksklusif dan pre-order akses. Di tahap BOFU, mereka memberi promo spesial + free ongkir untuk yang sudah join newsletter.
Kesimpulan
Funnel marketing bisa menjadi alat yang sangat powerful jika digunakan dengan benar. Namun, banyak bisnis jatuh ke dalam jebakan kesalahan-kesalahan umum: konten tidak relevan, tidak mengenal audiens, tidak ada follow-up, hingga CTA yang lemah.
Untuk membangun funnel yang efektif, pahami setiap tahap funnel, sesuaikan konten dan channel-nya, bangun komunikasi yang konsisten dan terukur.
Ingat, funnel marketing bukan soal langsung jualan, tapi soal membangun hubungan. Dan hubungan yang baik butuh perhatian di setiap langkahnya.
Baca Juga: “Alasan Funnel Marketing Penting untuk Bisnis Kamu“