Personal branding saat ini jadi salah satu hal penting, apalagi buat kamu yang ingin dikenal di dunia profesional, kreatif, atau digital. Tapi sayangnya, masih banyak orang yang punya mindset keliru tentang personal branding. Salah persepsi ini bikin banyak orang akhirnya takut mulai, atau malah membangun brand dengan cara yang salah.
Nah, artikel ini akan mengulas secara lengkap berbagai mindset yang salah soal personal branding, lalu kasih panduan gimana cara meluruskannya.
❌ Mindset #1: “Personal Branding Itu Sama dengan Pamer”
Banyak yang mikir kalau personal branding itu artinya memamerkan diri, sok hebat, atau narsis. Padahal, itu salah kaprah.
Faktanya: Personal branding adalah soal menyampaikan nilai, pengalaman, dan sudut pandang kamu secara otentik agar orang lain tahu kamu bisa dipercaya dalam bidang tertentu.
Meluruskannya: Tanya dirimu sendiri: Apa hal baik yang bisa kamu bagikan dari pengalaman atau pengetahuanmu?
Contoh: Alih-alih bilang, “Gue baru closing klien gede nih!“, kamu bisa cerita: “Aku belajar satu hal penting waktu presentasi ke klien besar kemarin: bahwa data nggak cukup tanpa storytelling yang kuat.”
❌ Mindset #2: “Harus Terlihat Sempurna Dulu Baru Boleh Bangun Personal Brand”
Banyak orang nunggu sampai “siap”, sampai portfolio-nya penuh, atau skill-nya jago dulu baru mau tampil. Sayangnya, saat itu datang, biasanya udah telat.
Faktanya: Personal branding itu proses. Kamu bisa bangun sambil jalan, sambil belajar.
Meluruskannya: Mulai aja dari berbagi hal yang kamu tahu sekarang. Bahkan, perjalanan belajarmu sendiri bisa jadi konten yang relate untuk banyak orang.
Contoh: Post LinkedIn: “Aku baru belajar cara bikin personal website minggu ini. Ternyata yang susah bukan teknisnya, tapi milih konten apa yang mau ditaruh. Ini 3 pelajaran yang aku dapat.”
❌ Mindset #3: “Personal Branding Cuma Buat Influencer atau Public Figure”
Banyak profesional muda atau mahasiswa mikir mereka nggak perlu personal brand karena bukan selebgram.
Faktanya: Siapa pun yang ingin dikenal karena keahlian, karakter, atau pengalamannya, bisa dan sebaiknya punya personal brand—baik kamu karyawan, freelancer, pengusaha, atau fresh graduate.
Meluruskannya: Lihat personal branding sebagai cara kamu mengontrol persepsi orang terhadap kamu—di dunia digital yang serba cepat ini, itu sangat penting.
Contoh: Seorang HR mungkin dikenal sebagai “HR yang peduli pengembangan karyawan, bukan cuma rekrutmen aja.” Itu sudah personal brand.
Baca Juga: “Cara Membuat Brand Voice yang Otentik”
❌ Mindset #4: “Personal Branding Itu Harus Aktif di Semua Sosial Media”
Nggak sedikit orang yang jadi burnout karena mikir harus posting di semua platform: Instagram, LinkedIn, TikTok, Twitter, YouTube… dan akhirnya malah nggak posting sama sekali.
Faktanya: Personal branding nggak harus dilakukan di semua tempat. Yang penting adalah konsisten, otentik, dan relevan di platform yang kamu pilih.
Meluruskannya: Pilih 1–2 platform utama yang cocok dengan gaya kamu dan ada audiens target kamu di situ.
Contoh: Kalau kamu suka nulis panjang, pilih blog atau LinkedIn. Kalau kamu visual dan ekspresif, Instagram atau TikTok bisa jadi andalan.
❌ Mindset #5: “Kalau Belum Expert, Mending Diam Dulu”
Banyak yang merasa belum cukup “pantas” bicara soal topik tertentu karena belum merasa jadi ahli.
Faktanya: Justru membagikan perjalananmu menuju keahlian adalah konten yang jujur dan relatable. Kamu nggak harus tahu semuanya untuk bisa memberi nilai.
Meluruskannya: Berbagi pengalaman pribadi, proses dan pembelajaran adalah bentuk kontribusi juga.
Contoh: Story Instagram: “Aku baru aja gagal pitching minggu lalu. Tapi aku sadar ada 3 hal yang aku lakuin salah. Siapa tahu kamu juga bisa belajar dari kegagalan ini.”
❌ Mindset #6: “Personal Branding Itu Harus Viral atau Estetik”
Ada juga yang berpikir personal branding hanya berhasil kalau kontennya viral atau feed-nya rapi banget.
Faktanya: Personal branding bukan soal viral, tapi soal membangun persepsi secara konsisten dan memberi dampak.
Meluruskannya: Fokus ke konsistensi, bukan kesempurnaan. Estetik boleh, tapi bukan syarat.
Contoh: Kamu bisa konsisten bikin konten tips singkat di story tiap Senin–Jumat. Audiens kecil tapi loyal lebih berdampak daripada 1 viral post yang nggak membangun koneksi.
❌ Mindset #7: “Personal Branding Itu Sekali Jadi”
Sebagian orang merasa cukup bikin portofolio atau bio satu kali, lalu selesai. Padahal, dunia digital itu dinamis.
Faktanya: Personal branding adalah proses yang terus berkembang seiring bertambahnya pengalaman, keahlian, dan insight kamu.
Meluruskannya: Review personal brand kamu tiap 6 bulan:
- Masih sesuai nggak dengan nilai yang ingin kamu tunjukkan?
- Masih relevan nggak dengan audiensmu sekarang?
Contoh: Dulu kamu dikenal sebagai penulis konten edukatif untuk Gen Z, tapi sekarang kamu mulai banyak coaching soal karier. Nah, sesuaikan brand voice dan bio kamu biar tetap relevan.
✅ Tips Meluruskan Mindset & Memulai Personal Branding dengan Benar
- Mulai dari yang kamu tahu dan alami.
- Fokus ke audiens: siapa yang bisa kamu bantu dengan kontenmu.
- Pilih 1–2 platform dulu, kuasai, baru berkembang.
- Gunakan brand voice yang kamu banget: otentik, nyaman, dan konsisten.
- Evaluasi dan adaptasi brand kamu sesuai perkembangan.
Kesimpulan
Personal branding bukan tentang pamer, bukan soal jadi yang paling jago, dan bukan harus tampil di semua tempat. Personal branding adalah tentang bagaimana kamu membentuk persepsi publik secara sadar dan otentik.
Meluruskan mindset yang salah ini penting banget kalau kamu mau membangun brand yang kuat, bertumbuh, dan benar-benar berdampak. Mulailah dari versi kamu yang sekarang. Nggak harus sempurna, yang penting konsisten dan jujur.
Karena yang paling orang percaya, bukan orang yang paling sempurna—tapi yang paling otentik.
Baca Juga: “Strategi Membuat Konten untuk Personal Branding“