Di era digital sekarang ini, kemampuan menulis dengan gaya persuasif bukan lagi sekadar keahlian tambahan, melainkan salah satu senjata utama buat memikat audiens, terutama dalam dunia content marketing.
Tapi, ada tantangan tersendiri, yakni gimana caranya menulis agar bisa menjual, tapi tanpa terkesan menjual? Alias, tetap terlihat natural (organic), tidak maksa, dan bikin orang merasa mereka memang butuh produk atau jasa yang kamu tawarkan. Di sinilah seni persuasive writing bekerja.
Apa Itu Persuasive Writing?
Persuasive writing adalah teknik penulisan yang bertujuan membujuk pembaca agar mereka mengambil tindakan tertentu—baik itu membeli produk, mendaftar ke newsletter, sampai sekadar klik tombol follow. Bedanya dengan hard-selling, teknik ini jauh lebih halus. Lebih fokus membangun koneksi emosional dan logis, bukan sekadar dorongan impulsif.
Kenapa Harus Persuasive?
Karena audiens sekarang makin cerdas. Mereka nggak gampang percaya dengan copy iklan yang langsung to the point jualan. Justru, mereka lebih tertarik pada cerita, solusi atas masalah mereka, atau insight yang relatable.
Dengan teknik persuasive writing, kamu bisa:
-
Membangun hubungan dengan audiens
-
Meningkatkan kredibilitas brand
-
Mendorong konversi tanpa bikin audiens merasa dipaksa
Baca Juga: “5 Formula Copywriting yang Terbukti Ningkatin Konversi UMKM“
Elemen Kunci dalam Persuasive Writing
Berikut ini beberapa elemen penting dalam penulisan persuasif yang efektif:
1. Kenali Audiensmu
Tulisan yang baik selalu dimulai dengan memahami siapa pembacanya. Apa kebutuhan mereka? Masalah apa yang mereka hadapi? Bahasa seperti apa yang resonate buat mereka?
Contoh: Kalau targetmu ibu-ibu muda, gaya tulisannya akan beda dibandingkan kalau targetnya profesional milenial.
2. Gunakan Emosi dan Logika
Gabungkan cerita yang menyentuh hati dengan argumen yang masuk akal. Ini bikin tulisanmu nggak cuma menyentuh, tapi juga meyakinkan.
Contoh:
“Bayangkan anakmu bisa tidur nyenyak di malam hari tanpa digigit nyamuk—dan kamu nggak perlu pakai obat kimia keras.”
Lalu diikuti dengan:
“Spray ini terbuat dari bahan alami, sudah diuji di laboratorium, dan aman untuk anak-anak.”
3. Fokus pada Manfaat, Bukan Fitur
Orang nggak peduli produkmu punya teknologi tercanggih kalau mereka nggak tahu manfaatnya buat mereka apa. Ubah fitur jadi solusi.
Contoh:
❌ “Smartwatch ini punya 100 fitur kesehatan.”
✅ “Smartwatch ini bantu kamu lebih sehat dengan memantau detak jantung, kadar stres, dan kualitas tidurmu setiap hari.”
4. Social Proof
Orang lebih percaya rekomendasi dari sesama pengguna daripada iklan brand. Gunakan testimoni, review, atau angka konkret.
Contoh:
“Lebih dari 10.000 pengguna merasa tidurnya lebih nyenyak setelah pakai produk ini.”
5. Call to Action (CTA) yang Relevan
CTA nggak harus selalu berupa “Beli Sekarang”. Sesuaikan dengan tujuan dan posisi pembaca di funnel.
Contoh CTA soft-selling:
“Lihat bagaimana ribuan orang mengubah pagi mereka jadi lebih produktif, baca selengkapnya di sini.”
Teknik dan Gaya Penulisan Persuasif yang Bisa Dicoba
Kamu bisa mencoba beberapa teknik dan gaya penulisan untuk konten atau tulisan kamu.
Storytelling
Gunakan cerita untuk membangun koneksi emosional. Cerita personal, perjuangan, atau kisah pelanggan bisa bikin tulisan lebih hidup dan relatable.
“Dulu, saya juga merasa sulit bangun pagi. Tapi semua berubah sejak…” — kalimat seperti ini mengundang pembaca untuk lanjut baca.
Teknik PAS (Problem-Agitate-Solution)
Tunjukkan masalah, perparah masalahnya hingga memicu emosinya, lalu hadirkan solusi.
“Kamu sering susah fokus kerja karena banyak distraksi? Apalagi kalau deadline mepet, stress makin naik. Tenang, ada cara buat atasi itu semua.”
Gunakan Kata-Kata yang Powerful
Kata seperti “terbukti”, “gratis”, “eksklusif”, “terbatas”, dan “baru” bisa memancing rasa penasaran atau FOMO.
Contoh: “Ebook eksklusif ini hanya tersedia untuk 100 pendaftar pertama.”
Contoh lainnya, bayangin kamu jual kopi lokal kekinian. Daripada kamu menjual secara hard selling seperti ini
❌ “Beli kopi kami sekarang!”
Lebih baik gunakan kalimat lain seperti,
✅ “Butuh temen kerja lembur malam ini? Kami punya kopi lokal yang siap nemenin kamu fokus sampai pagi.”
Kalimat kedua lebih mengarah ke solusi dari masalah (butuh fokus), bukan langsung maksa orang buat beli.
Kesalahan Umum yang Harus Dihindari
-
Terlalu Fokus Jualan
Orang cepat ilfeel kalau tulisanmu cuma promosi terus. -
Tidak Ada CTA
Pembaca nggak tahu harus ngapain setelah baca kontenmu. -
Gaya Bahasa Terlalu Formal atau Jauh dari Audiens
Pastikan kamu pakai bahasa yang akrab dengan targetmu. -
Janji Berlebihan
Jangan mengklaim sesuatu yang nggak bisa kamu buktikan.
Kesimpulan
Persuasive writing itu seni. Bukan soal kata-kata indah semata, tapi tentang bagaimana kamu menyentuh hati dan pikiran pembaca. Buat mereka merasa dimengerti, lalu tawarkan solusi yang tepat.
Kamu nggak perlu langsung jago. Coba satu-dua teknik, uji, dan evaluasi hasilnya. Seiring waktu, kamu akan tahu mana yang paling cocok buat audiensmu.
Ingat, menulis itu bukan cuma soal jualan. Tapi soal membangun kepercayaan—dan itulah yang membuat orang akhirnya beli.
Baca Juga: “Cara Bikin Hook yang Nendang, Biar Kontenmu Nggak Cuma Lewat Doang!“