Dalam dunia marketing yang terus berkembang, kamu mungkin pernah mendengar dua pendekatan populer: funnel marketing dan flywheel marketing. Keduanya bertujuan untuk menarik, melibatkan, dan mengubah audiens menjadi pelanggan. Namun, metode dan filosofi di baliknya sangat berbeda.
Artikel ini akan membahas perbedaan keduanya secara komprehensif, kapan masing-masing strategi sebaiknya digunakan, dan mana yang lebih cocok untuk bisnis atau brand kamu saat ini.
Apa Itu Funnel Marketing?
Funnel marketing adalah pendekatan tradisional yang menggambarkan perjalanan pelanggan dalam bentuk corong. Tujuannya adalah untuk membawa calon pelanggan dari tahap awareness hingga conversion melalui proses yang linier.
Tiga Tahap Utama Funnel:
- TOFU (Top of Funnel) – Menarik perhatian calon pelanggan.
- MOFU (Middle of Funnel) – Membangun ketertarikan dan pertimbangan.
- BOFU (Bottom of Funnel) – Mengubah prospek menjadi pelanggan.
Setelah pembelian terjadi, funnel biasanya dianggap selesai. Fokusnya lebih pada bagaimana menarik lebih banyak orang ke bagian atas funnel dan mengonversi mereka di bagian bawah.
Baca Juga: “Pembahasan Detail TOFU, MOFU, BOFU dalam Funnel Marketing“
Apa Itu Flywheel Marketing?
Berbeda dari funnel, flywheel adalah pendekatan yang berpusat pada pelanggan (customer-centric). Flywheel menggambarkan bisnis sebagai lingkaran dinamis di mana pelanggan menjadi pusat dari pertumbuhan.
Tiga Komponen Utama Flywheel:
- Attract – Menarik prospek dengan konten dan nilai.
- Engage – Membangun hubungan dan komunikasi dua arah.
- Delight – Memberikan pengalaman luar biasa yang membuat pelanggan merekomendasikan brand kamu.
Alih-alih “berakhir” setelah pembelian, flywheel terus berputar dengan tenaga dari kepuasan pelanggan dan word of mouth. Energi positif ini bisa mempercepat pertumbuhan tanpa perlu selalu membangun awareness dari nol.
Perbandingan Funnel dan Flywheel
Aspek | Funnel Marketing | Flywheel Marketing |
---|---|---|
Fokus Utama | Konversi | Pengalaman Pelanggan |
Alur | Linier | Sirkular & berkelanjutan |
Peran Pelanggan | Pasif (di akhir) | Aktif (bagian dari pertumbuhan) |
Strategi | Campaign-based | Relationship-based |
Tantangan | Harus terus isi TOFU | Perlu proses delight yang konsisten |
Mana yang Lebih Efektif Saat Ini?
Jawabannya tergantung pada tujuan bisnis dan model yang kamu jalankan. Namun, di era digital saat ini, flywheel semakin relevan, terutama jika:
- Kamu ingin mengandalkan loyalitas dan referral.
- Produk atau layanan kamu butuh kepercayaan dan edukasi.
- Kamu ingin membangun komunitas yang sustain.
Namun, funnel nggak ketinggalan zaman. Funnel tetap efektif untuk:
- Campaign singkat seperti launching produk.
- Proses penjualan dengan siklus yang pendek.
- Menguji pasar dan validasi ide bisnis.
Contoh Kasus: Funnel vs Flywheel
Funnel: Kamu meluncurkan kursus online selama 3 bulan. Kamu membuat iklan, halaman penjualan, dan webinar. Semua diarahkan untuk konversi cepat. Ini pendekatan funnel klasik.
Flywheel: Kamu punya komunitas kreator yang aktif. Kamu berbagi konten gratis, mengadakan diskusi rutin, dan merespon feedback. Komunitas ini mempromosikan produkmu secara organik. Ini adalah flywheel.
Kapan Kamu Harus Gunakan Keduanya?
Kamu bisa menggabungkan dua pendekatan ini. Misalnya, gunakan funnel untuk menarik dan mengonversi pelanggan baru, lalu aktifkan flywheel untuk mempertahankan dan memaksimalkan nilai dari pelanggan tersebut. Funnel = entry point. Flywheel = growth engine.
Kesimpulan
Funnel dan flywheel bukanlah rival, tapi alat yang bisa kamu gunakan secara strategis sesuai kebutuhan. Funnel cocok untuk fokus jangka pendek dan akuisisi cepat. Flywheel cocok untuk membangun loyalitas, brand advocacy, dan pertumbuhan jangka panjang.
Kuncinya adalah menyesuaikan strategi dengan customer journey yang kamu alami dan memastikan pelanggan tetap merasa diperhatikan, bahkan setelah mereka membeli. Jadi, daripada memilih salah satu, kenapa nggak maksimalin keduanya aja?
Baca Juga: “Cara Memetakan Costumer Journey dalam Digital Marketing“